Jumat, 18 Oktober 2013

CERPEN ICHDA RAHMA



DEmi SAmi

 

Relung waktu Regina akan segera berganti, tiap sekon akan menjadi nyawa bagi jiwanya. Namun, sebuah nama tetap saja mengikuti. Bagaimana mungkin ia tidak gontai sedangkan otaknya hanya ada separuh nama itu
SaMi,… Biarkan aku memilikimu”
            Sekalipun ia tak pernah melirikku, apalagi menyapa dengan mulut manisnya. Boro-boro menyapa, mendengar jinjitan kaki ku saja ia sudah dengan sigap memacu tenaganya untuk berlalu.
Apa itu yang namanya cinta?
Aku selalu saja dikecewakan keadaan saat moment terpenting ada di hadapanku. Pernah pula ia menyiramkan air dingin ke  serebrumku. Disaat itu pula aku hanya diam, terisak, dan mencacinya dalam note sebagai kutukan dari hati.
Tapi, kenyataannya ia hanya mematung di hadapanku, yang membuat aku tak tahan untuk memutuskan hati darinya.
“SaMi, Gejolakku, panasku, dinginku, laparku, serta hausku kini telah menyelimuti serebellumku,”
Aku benar-benar tak tahan olehmu. Ingin sekali aku membuat rencana jahat, yang endingnya akan menyatukan dua pemikiram yang berbeda. Betapa beruntungnya aku, bila itu benar-benar terjadi.
****
            Tiga tahun mengenal tanpa akrab, tiga tahun mengenal tanpa hati, tiga tahun pula mengenal tanpa ambisi. Hanya ambisi Gina saja yang terlalu menginginkan SaMi, padahal SaMi, tak lebih memandangnya dari seekor semut. Yang kadang tanpa tersengaja terinjak dan mati.
****
“Awalnya memang SaMi cuek, tapi siapa bilang ia tak mungkin ditakhlukan?”
“Toh aku bisa belajar pada tetesan air untuk menghancurkan batu.” Begitu ujar Regina
Tiada yang menyangka kalau pada akhirnya SaMi yang begitu cuek mau menempel di serebrumku yang hanya pas-pasan. Asal punya selidik, ternyata awal pertemuanku dengan SaMi didominasi oleh sifatku yang polos, rajin, dan selalu aktif dalam segala hal.
SaMi yang belum tahu sifat asli si gadis pesimis itu langsung saja terbuai, karena dirasa gadis itu punya ruang serebrum yang cukup lumayan. Hmm, pantas saja, SaMi mau dekat dengannya dengan cuma-cuma. Padahal, SaMi hanya mau dekat dengan orang-orang yang punya serebrum tingkat tinggi.
SaMi, taukah apa yang kurasakan pada saat itu?
Bahagia? Tidak hanya itu, dan lebih dari itu. Aku sungguh-sungguh sangat amat bahagia dapat bersamamu. Untuk sekedar menjejaki lorong waktu bersama,
Bahkan kamu mau sekedar bercengkrama di serebrumku. Ah… Aku merasa menjadi wanita yang beruntung karena sempat memiliki nyawa SaMi. Ya, meskipun hanya tiga puluh persennya.
Selang hari, Gina merasakan ada yang berubah dari SaMi. Serebrumnya  seperti ingin pisah dengan sosok SaMi, entah apa alasannya Gina masih tak mengerti. Sepertinya SaMi yang banyak berubah, perubahan terbesarnya menyulitkan Gina untuk memahaminya kembali. Rasanya ingin menampar dan menjambaki dengan tangan kanannya sendiri.
“Sungguh-sungguh memuakkan jika mendengar namamu kembali”.
****
Dipertemukan lagi dengan SaMi  adalah kesengsaraan bagi Gina sedangkan memiliki adalah mustahil bagi hidupnya. Namun, tak dapat di helak lagi, Gina dan SaMi memang harus bertemu kembali dalam suasana asam maupun basa.
Ketika itu pula perjuangan cinta dan perang akan dimulai sedini mungkin, karena Gina tahu SaMi selalu menguji kesetiaan dan cintanya.
“Aku tak takut, hanya saja kesal; Aku tak benci, hanya saja panas; Aku tak akan galap, tapi hanya akan buram sesaat”
“Ijinkan aku memasuki pilar-pilarmu, kumohon SaMi, bukakan hatimu untukku. Aku tak sanggup menapaki aspal yang panas tanpa uluran tangannmu. Biarkan aku menelusup dibalik misteri cerita hidupmu, karena aku tahu dibalik semua ini ada cerita indah bagi siapa saja yang mampu memecahkan balok dalam guratan beton” sendu Gina dari dalam hatinya yang amat dalam.
***
“Sidang pembuktian akan segera ku mulai, salah satu factor penentu keberhasilanku adalah pilar SaMi Keinginan akan adanya keajaiban yang dapat menyulap diriku menjadi lebih menarik saat kau pandang, terus mendumel di serebrum. Sehingga ketika kau melihatku kau mau bergandengan dan bernegosiasi untuk satu cita. Namun lagi-lagi kegontaian akan menertawakanku bila pilarmu meleset bahkan lenyap dari penyimpanan sederhana di serebrumku. Percaya padaku, hinggaplah dinyawaku, dan hiduplah pada otak ini.”
Trigonometri, 3 September 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar